Rabu, 20 Juli 2016

[BOOK REVIEW] Messiah (Pembunuhan Atas Nama Tuhan)

Penulis: Boris Starling

Apa itu Messiah? Bagi yang belum tahu, mari kita mulai dari definisi. Messiah atau Messias berasal dari bahasa Ibrani artinya “Yang diurapi” mereka dipercaya sebagai wakil Allah untuk menyelamatkan dunia. Kurang lebih seperti itu, mari kita mulai review novelnya. Novel yang mengisahkan bahwa pembunuhnya menganggap dirinya adalah Messias untuk menolong para rasul didunia.

Red Mercalfe adalah seorang detektif penyelia yang dipilih untuk menangani sebuah kasus pembunuhan yang unik yang mengerikan. Pembunuhan sadis dengan meninggalkan ciri yang sama pada korbanya. Tanda yang selalu ditinggalkan pelaku ditubuh korban adalah lidah yang dipotong saat korban masih hidup ditandai dari banyaknya darah yang keluar, ditelanjangi dan sebuah sendok perak didalam mulut korban. Terjadi dua pembunuhan yang sama dalam satu malam.

Dalam menyelidiki kasus ini Red memilih tiga orang rekan terbaik dalam departemen kepolisian. Mereka adalah Duncan Warren, Kate dan Jez Clifton. Hubungan antara Warren dan Jez memang kurang baik, sering terjadi perbedaan pendapat diantara mereka tapi pemilihan ini mengesampingkan hubungan sosial mereka terhadap satu sama lain. Dugaan awal Red dan Jez terhadap kasus ini berhubungan dengan kejahatan semihomoseksual karena korban pertama adalah seorang penderita homoseksual sementara korban kedua pernah mengunjungi bar kaum gay. Warren bersikeras menyatakan bahwa kasus ini tidak berhubungan sama sekali dengan kejahatan seksual. Kate lebih mendukung peryataan dari dua rekannya karena didukung oleh fakta yang ada, sehingga penyelidikan dimulai dari bar para homoseksual berkumpul. Mereka menyebut kasus ini dengan nama Si Lidah Perak.

Tiga bulan berlalu, penyelidikan transaksi pembelian sendok perak tidak menghasilkan sesuatu yang memuaskan ditambah lagi tidak adanya bukti forensik yang dapat menunjukan siapa pelakunya. Kasus yang amat jauh dari kebenaran. Korban demi korban terus berjatuhan sampai membuat Red dan rekan-rekannya frustasi.

Demi menjalani kasus ini, Red harus meninggalkan keluarganya (istrinya) untuk sementara waktu yang belum pasti kapan mereka akan bersatu lagi. Hal ini tentu saja menambah masalah di otak Red. Diperparah lagi dengan salah satu rekannya yang berkhianat. Duncan Warren menjual informasi pembunuhan ini kepada pers demi mendapatkan uang yang seharusnya kasus ini disembunyikan dari umum. Mereka menyembunyikan kasus ini dari masyarakat untuk mencegah gaya pembunuhan serupa terjadi yang menyebabkan pelakunya semakin sulit dilacak. Satu-satunya yang tidak diberitahu kepada pers adalah tentang sendok perak. Pers menyebut kasus ini sebagai “pembunuhan rasul”. Pembunuhan yang dipilih berdasarkan nama dan pekerjaan mereka serta cara mereka dibunuh sama seperti kematian rasul kristus.

Red marah besar dan akhirnya memecat Warren. Terpaksa yang memperjuangkan kasus ini tinggal tiga orang. Penyelidikan terus dilakukan mulai dari buku sejarah hingga memberi peringatan kepada orang yang memiliki nama dan pekerjaan tertentu, berbagai hipotesa diuji dan dicocokan dengan fakta yang ada. Bukti forensik? Sama sekali tak ada. Pembunuhan sangat bersih dan tampak mustahil.

Sepanjang penyelidikan, tujuh korban telah berjatuhan. Hingga menjelang pembunuhan kedelapan mereka menyadari adanya tanggal-tanggal tertentu pembunuhan itu akan terjadi lagi. Dengan fakta ini mereka mencoba untuk mencegah pembunuhan kedelapan hingga kesepuluh. Tetap saja sia-sia, korban kedelapan tetap saja tak dapat dicegah. Seorang bernama Andreas yang pekerjaannya dibidang perikanan dan pelayaran ditemukan meninggal dalam kamarnya dengan cara disalib pada kayu berbentuk X, lidah terpotong, sendok perak, ditelanjangi seperti kematian Rasul Andreas di masa lampau.

Akhirnya menjelang korban ke-sepuluh. Mereka telah memprediksi tanggal terjadinya pembunuhan terakhir.  Seminggu sebelum tanggal yang ditentukan, Red mendapat kiriman uang perak dan uang penny selayaknya Yudas menjual Yesus, uang itu juga disertai surat ancaman dan ayat alkitab. Tidak hanya Red yang mendapat surat ini, tapi juga adikknya Eric yang berada dipenjara. Surat Eric berisi permintaan izin dari si Lidah Perak “Izinkan aku mengambil Yudasmu” karena di masa lalu Red melaporkan adiknya ke polisi atas kasus pembunuhan yang tidak disengajai terhadap seorang remaja putri. 

Red menyadari bahwa korban berikutnya adalah dirinya. Ia sangat ketakutan dan pikirannya kacau. Dua rekannya tetap bersikeras menemukan Lidah Perak. Hingga akhirnya penyelidikan itu menemukan titik terang dari transaksi kartu kredit pembelian sendok perak yang dilakukan oleh Warren, satu tahun sebelum kejadian ini . Dalam rumah Warren yang kosong, Jez juga menemukan berbagai senjata pembunuhan yang digunakan untuk beraksi. Warren sempat mengelak bahwa kartu kreditnya hilang tapi ia tak dapat memberikan alasan mengapa senjata pembunuhan berada dirumahnya.

Mereka semua sangat lega karena menganggap pembunuhnya telah tertangkap dan melakukan perayaan kecil-kecilan di bar. Mengobrol dari kasus pertama yang mereka temukan sampai kiriman surat pada Red.

Ketika sampai dirumah, Red menyadari percakapan dengan kedua rekannya ada yang terdengar ganjil. Red tidak pernah memberitahu siapapun tentang surat yang ada pada adiknya, tapi salah satu dari rekannya menyinggung hal itu. Sehingga ia menarik kesimpulan yang tahu akan hal itu adalah Red, Eric dan pembunuhnya yang masih berkeliaran mencari Yudasnya.

Si pembunuh mendatangi rumah Red. Red tidak melakukan perlawanan karena kalah secara fisik dan sebisa mungkin tidak menunjukkan rasa takut. Ia mengikuti apa yang dilakukan Lidah Perak. Si Lidah Perak mengeluarkan potongan lidah korban sebelumnya dan meletakkan dimeja makan. Ia mengeluarkan roti dan anggur lalu menyuruh Red duduk untuk menikmati perjamuan malam terakhir.  Lidah perak memberi kesempatan pada Red untuk melaporkannya kepada polisi, hal ini dimaksud agar Red melakukan pengkhianatan terhadap Mesiasnya. Lidah perak juga memakai mahkota duri layaknya Yesus saat disalib.

Lalu, ia menyuruh Red meletakan tali di lehernya. Keraguan tampak diwajah Red sehingga si pembunuh mendorong Red agar lehernya masuk dalam jeratan. Dengan susah payah, ia menahan jeratan itu dengan tangannya. Dalam keadaan mengap-mengap mencari nafas dari mulut. Pisau bedah masuk ke dalam mulut Red. Salah satu tangan Red melakukan perlawanan dan berhasil merebut pisaunya untuk memotong tali. Dengan keadaan sangat marah karena ini adalah perbuatan rekannya sendiri, ia membantainya secara membabi buta. Red kemudian merentangkan tangan korban dan di paku layaknya Yesus kristus di kayu salib. Bertepatan dengan aksi itu, polisi dan rekannya yang tersisa datang melihat Red berhasil menghabisi pembunuh yang sebenarnya.

Akibat perbuatannya ini Red harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dipenjara seumur hidup. Ia bahkan tidak mau mengelak dari kenyataan yang ada meskipun ia dapat membela diri untuk memperingan hukumannya dengan menyatakan bahwa saat itu kondisinya sedang tidak waras atau membela diri.

Novel luar biasa yang ditulis Boris starling dengan genre thriller yang dikombinasikan dengan sedikit adegan gore. Sudut pandang yang digunakan juga kombinasi dari sudut pandang orang pertama (aku-an) yaitu saat Lidah perak menceritakan dirinya, sudut pandang orang kedua (kau) yaitu cerita yang menggambarkan seolah-olah pembaca adalah pembunuhnya (saat peneyelidikan Red) dan sudut pandang orang ketiga yang sangat mendominasi di dalamnya. Mengenai alur cerita, penulis menggunakan alur campuran yaitu kombinasi dari cerita masa lalu Red dan cerita penyelidikannya. Berbagai riset-riset yang terbilang akurat juga dilakukan oleh penulisnya. Dalam, buku bab demi bab yang disajikan termasuk pendek bahkan ada juga bab yang hanya berisi satu kalimat. Pembagian bab yang seperti ini membuat pembaca menjadi tidak mudah bosan.


Dalam review ini aku belum menyebut siapa pelaku sebenarnya. Dapatkah kau menyebutkan siapa pelakunya? 

Senin, 11 Juli 2016

[BOOK REVIEW] The Monogram Murders

Pengarang: Agatha Christie

Hercule Poirot adalah seorang pensiunan polisi yang menjadi seorang detektif.  Suatu hari di London, ia hendak menikmati makan malam disebuah kedai kopi. Acara makan malamnya sedikit terganggu dengan hadirnya seorang wanita dalam kedai tersebut. Wanita itu bernama Jenni, ia tampak sangat ketakutan dan berkata bahwa dirinya akan dibunuh. Tapi Jenni meminta Poirot untuk tidak mencari siapa yang akan membunuhnya. Dengan tubuh gemetar dan ketakutan ia mengatakan bahwa dengan kematiannya keadilan dapat ditegakkan. Jenni lalu meninggalkan Poirot dikedai kopi dan menghilang.

Disamping itu teman Hercule Poirot, Edward Cathpool, polisi berusia tiga puluh dua tahun ini sedang menghadapi sebuah kasus pembunuhan yang terjadi di Hotel Bloxham. Kasus pembunuhan tersebut melibatkan tiga nyawa. Masing-masing korban terdapat di tiga kamar yang berbeda dengan ciri khas mayat yang serupa—ditempatkan posisi lurus pada lantai dan mulut masing-masing korban terdapat monogram dengan inisial PIJ.

Untuk memulai memecahkan kasus ini, Poirot dan Cathpool melakukan intograsi pada seratus pelayan Hotel termasuk manager hotel Mr. Lazari. Petunjuk demi petunjuk didapatkan dari intograsi, tidak ada kecurigaan dari semua kesaksian mereka sehingga kasus menjadi semakin bias.

Poirot meminta Cathpool untuk pergi ke desa Great Holling—tempat dimana para korban berasal. Awalnya Cathpool bersikeras bahwa Jenni dan Great Holling tidak ada hubungannya dengan kasus ini. Dengan agak terpaksa, Cathpool kemudian menuruti nasehat Poirot. Di desa tersebut ia mendapatkan informasi sangat penting mengenai kematian Patrick James Ive yang memiliki hubungan dengan asal mula pembunuhan di Hotel Bloxham.

Informasi kemudian diberikan kepada Hercule Poirot. Poirot sendiri sedang melacak keberadaan Jenni. Secara tak terduga, terjadi pembunuhan ke empat di Hotel Bloxham. Namun, kasus kali ini berbeda dengan kasus sebelumnya. Pada kasus ini, tidak ditemukan mayat tapi hanya jejak darah. Pelaku kemudian mengarah pada seseorang yang tertuduh yaitu seniman terkenal Nancy Ducane. Tapi Ducane memiliki alibi yang kuat pada malam terjadinya kasus pembunuhan. Sehingga, status tersangkanya masih diragukan.

Kecerdasan Poirot dalam mendengarkan detail introgasi mengantarkan dirinya bertemu pada Jenni. Jenni kemudian menjelaskan bahwa tiga korban di Hotel Bloxham adalah perjanjian eksekusi antara mereka berempat karena penyesalan melakukan fitnah di masa lalu—kasus bunuh diri pasangan Ive.

Cerita Jenni memberikan versi yang berbeda dengan cerita Margaret Ernst, salah satu penduduk di Great Holling. Kemudian, Poirot juga menyelidiki keterlibatan Ducane dalam kasus tersebut. Versi cerita Ducane dan Jenni sama persis.

Berdasarkan hasil analisis Poirot, diketahui bahwa Ducane dan Jenni bersekutu dalam kasus pembunuhan di Bloxham. Pertunjukan analisis dilakukan ditempat yang sama dengan tempat dilakukannya introgasi. Jenni terdiam dengan ungkapan kebenaran yang Poirot berikan, sementara Ducane terus mengelak. Dalam pembelaannya Ducane menyinggung masa lalu Jenni yang membuat ia marah dan menusuk Ducane dengan pisau yang telah ia siapkan didepan orang banyak.


Salah satu novel misteri dengan kecerdasan luar biasa sang detektif—Hercule Poirot. Alur cerita ditulis sangat detail dan setiap babnya penuh misteri yang memikat pembaca untuk lanjut ke bab berikutnya. Novel ini juga masih menampilkan bahasa Prancis yang tidak diterjemahkan ke bahasa inggris atau bahasa Indonesia. Mungkin penerjemah bermaksud untuk menampilkan kesan yang menarik atau bisa saja jika teksnya diartikan akan menimbulkan maksud berbeda untuk setiap orang—mungkin. 

kutipan favorit yang diambil secara subjektif :
"Bagaimana sesuatu yang baik bisa dihasilkan dari pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran? Bagaimana kemajuan bisa dicapai oleh orang-orang yang hanya ingin merusak dan menghancurkan, yang tidak bisa menceritakan harapan dan impiannya tanpa memberengut benci dan marah?"

Rabu, 06 Juli 2016

[BOOK REVIEW] Hujan

Penulis: Tere Liye

“Karena kenangan sama seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya.”
 –Novel Hujan. Hal 201—

Bumi dipenuhi dengan spesies yang menyebut dirinya manusia. Hingga suatu hari jumlahnya membludak bagaikan virus. Bayi kesepuluh miliyar telah lahir didunia. Banyak manusia yang tak peduli dengan sekitarnya. Sampai akhirnya, bumi itu sendiri mengambil tindakan untuk menyeimbangkan segalanya.

Suasana megapolitan selalu tampak ramai dengan para pekerja. Hari pertama bagi Lail untuk sekolah setelah melewati masa liburan semesternya. Bersama ibunya, ia menumpang kereta yang bergerak di kedalaman empat puluh meter didalam tanah. Bertepatan saat itu, salah satu gunung purba belahan dunia lain meletus, mengakibatkan seluruh dunia ikut merasakan efeknya.

Lail beserta beberapa orang selamat dari gempa yang pertama. Namun, gempa susulan kembali terjadi saat ia menaiki tangga untuk keluar ke permukaan. Saat ia terjatuh, beruntung seorang anak laki-laki bernama Esok menarik tasnya dan keluar di permukaan. Hanya mereka orang yang selamat dari stasiun bawah tanah—Lail dan Esok.

Hari demi hari di tempat pengungsian mereka lewati bersama. Esoklah orang yang selalu bersama dan menyemangati hidup Lail. Dimana ada Esok maka disitu ada Lail. Hingga akhirnya, kota mereka yang luluh-lantak kembali pulih. Saat itulah kehidupan mereka mulai terpisah. Demi masa depan dan kesehatan ibu kandung Esok, maka ia menerima penawaran adopsi atas dirinya dari Walikota. Sementara Lail, ia tinggal di panti dan mendapat teman sekamar yang baik, ialah Maryam—sahabat terbaik Lail selain Esok.

Hari-hari berlanjut, Lail tak pernah menghubungi Esok dengan alasan takut mengganggu kuliahnya. Ia sendiri banyak menghabiskan waktu mengabdi untuk negri dengan bergabung menjadi tim relawan bersama sahabatnya Maryam.

Lail bertemu Esok hanya sekali dalam setahun, itupun hanya beberapa jam saling bercerita mengenai pengalaman masing-masing. Esok sangat sibuk, Lailpun menyadari itu.

Disamping itu, iklim dunia semakin memburuk. Awalnya, bumi tertutup asap tebal hingga menciptakan musim dingin berkepanjangan di negara bagian sub-tropis. Untuk mengatasi itu, mereka meluncurkan pesawat ulang-alik dan menyemprotkan gas anti-sulfur di lapisan stratosfer awan yang menyebabkan lapisannya rusak dan suhu di Bumi terus meningkat.

Suatu hari, Esok bercerita pada Lail bahwa ia sedang mengikuti sebuah proyek rahasia yang akan menyelamatkan spesies manusia dari kepunahan. Ia adalah salah satu ilmuwan cerdas yang tergabung dalam proyek pembuatan kapal pesiar yang akan terbang keluar dari planet bumi. Ada empat buah kapal yang dibuat—satu kapal akan mengangkut sepuluh ribu orang yang dipilih secara acak oleh mesin.

Dari pemilihan tersebut, Esok mendapat tiket untuk naik ke kapal tersebut sebagai penumpang dan ia juga memperoleh tiket sebagai penanggung jawab kapal. Dua tiket tersebut diberikan kepada ibu kandung dan saudara angkatnya. Esok tidak memberitahukan hal ini kepada Lail, Lail yang mencintai Esok putus asa karena telah dibuat menunggu terlalu lama. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk melakukan penghapusan terhadap kisah sedihnya dengan cara melakukan operasi modifikasi ingatan.

Maryam tahu akan hal ini. Ia ingin mencegahnya tapi tak bisa karena operasi tak dapat berhenti. Maryam lalu menelpon Esok yang saat itu berada di stasiun kereta di kota dimana Lail tinggal. Kemudian melalui telpon, ia menjelaskan kepada Maryam bahwa ia tak dapat menghubungi mereka karena sedang melakukan transfer memori untuk kepentingan proyek. Setelah itu, Esok pergi kerumah sakit untuk menemui Lail dan menembus sistem keamanan. Tapi, ia terlambat dan operasi telah selesai.
Diakhir kisah, Lail tidak menghapus memorinya tentang Esok. Tapi ia memilih untuk memeluk semua kenangannya.

Novel yang mengangkat kisah tentang “melupakan” ini membawa kita ke dalam suasana dunia masa depan yang super-canggih. Perpaduan antara alur maju dan mundurnya sangat menarik. Banyak juga kalimat-kalimat manis dalam cerita yang mungkin akan membuat pecinta novel mellow menjadi melting. Perlu diperhatikan bahwa ini adalah novel science-fiction, romance hanya warna dalam novel ini.


Cerita ini juga menggunakan alur lambat yang mengisahkan tentang kehidupan Lail dan Esok dari masa kecil hingga mereka dewasa.

Minggu, 03 Juli 2016

[BOOK REVIEW] The Da Vinci Code

Penulis: Dan Brown

Berawal dari cerita seorang professor simbologi agama—Robert Langdon yang dituduh melakukan pembunuhan terhadap kepala museum di Paris. Jasad seorang kakek bernama Jacques Sauniere terbaring di dalam museum Louvre ditemukan dalam keadaan mengenaskan. Ditubuh korban terlukis simbol pentakel, sebuah gambar yang mengawali teka teki untuk mencari sebuah rahasia besar.

Pesan kematian tersebut disadari oleh seorang wanita bernama Sophia—cucu dari Jacques Sauniere. Ia memberitahukan kepada Langdon bahwa pesan tersebut bukan ditujukan untuk Langdon melainkan kepada dirinya. Terjadi perdebatan kecil diantara mereka sampai akhirnya Langdon yakin bahwa wanita muda didepannya tidak berbohong.

Kode anagram yang berbunyi “O, Draconian Devil. Oh lame Saint” mengarah pada lukisan seorang jenius terkenal bernama Leonardo Da Vinci dengan lukisan legendaris The Monalisa. Lukisan tersebut tersembunyi sebuah kunci yang berbentuk simbol fleur de lis.

Usaha dalam memecahkan kode tersebut, Sophia kabur bersama Langdon yang menjadikan mereka buronan di Paris. Tempat awal yang mereka tuju adalah sebuah Bank penyimpanan rahasia dimana kunci yang dipegang Sophia adalah rekeningnya. Mereka berhasil membuka kode bank dengan deret fibonachi yang ditinggalkan oleh kakeknya. Dalam wasiat tersebut berisi kotak mawar yang didalamnya terdapat cryptex—sebuah benda karya desain Da Vinci untuk menyimpan dokumen rahasia yang ditulis diatas kertas papyrus yang dikelilingi cairan cuka sebagai pelindung dokumen didalamnya.

Mereka membawa cryptex tersebut kepada seorang peneliti sejarah bernama Leigh Teabing. Di dalam rumah Teabing, mereka diserang oleh seorang pengikut fanatik kristus bernama Silas.
Pencarian Langdon dan Sophi oleh polisi belum berhenti. Mereka kabur dengan pesawat milik Teabing dan membawa serta Silas dan seorang pengikutnya bernama Remi menuju London. Dalam perjalanan, mereka berusaha memecahkan kode untuk membuka cryptex yang ditinggalkan oleh Jacques Sauniere.

Dalam perjalanan menuju London juga dikisahkan seorang perempuan Suci bernama Maria Magdalena yang di yakini sebagai istri kristus dan holy grail yang mereka cari. Teka-teki tersebut mengatakan bahwa mereka harus menuju makam seorang ksatria yang pemakamannya dipimpin Paus. Langdon yang mengetahui banyak sejarah mengarahkan perjalanan mereka menuju Gereja Temple, berlokasi di London.

Di dalam gereja, serangan tak terduga datang dari Silas yang bekerja sama dengan Remy untuk merebut cryptex. Mereka kabur dan membawa serta Teabing. Namun, akhirnya Teabing meracuni Remy dan Silas tertangkap di dalam gereja Opus Dei bersama Uskup Aringarosa.

Sementara, Langdon dan Sophia menuju tempat sejarah di London. Tempat salah satu makam ilmuwan dunia yaitu makam Sir Isaac Newton. Tak disangka Teabing mengancam akan membunuh Sophia jika Langdon tidak membuka cryptex tersebut. Sebuah tipuan berhasil mengelabui Teabing sehingga rahasia tentang Holy Grail tidak jatuh ke tangan yang salah. Perintah atas terbunuhnya empat Grand Master ternyata didalangi oleh Teabing, polisi berhasil melacak kejahatannya dan kemudian ia ditangkap.

“Dibawah Roslin kuno cawan suci menanti. Mata pedang dan cawan menjaga di muka gerbangnya. Berhiaskan mahakarya seniman besar, dia terbaring. Bersemanyam di bawah langit penuh bintang.” Demikian hal yang tertuliskan didalam kertas papyrus dalam cryptex. Teka-teki yang membawa mereka menuju Kapel Roslin—tempat dimana Maria Magdalena pernah terbaring. Disinilah Sophia menemukan sejarah hidupnya. Sejarah yang mengatakan bahwa ia adalah salah satu keturunan Merovingian—garis keturunan Kristus dan Maria Magdalena.

Langdon yang telah kembali ke Paris kemudian menyadari teka-teki makam Maria Magdalena. Ia kembali ke piramida Louvre dan memasuki bilik besar, tepat diatasnya menggantung piramida terbalik dan dibawahnya terdapat piramida kecil yang ujungnya saling bertemu. Ia menyadari disitulah Maria Magdalena terbaring.


Novel ini banyak mengisahkan tentang sejarah salah satu agama samawi terbesar didunia. Kisahnya yang “mungkin” bagi sebagian para agamis dianggap sebagai penyelewengan sempat mengundang protes terhadap novel ini. Penulis cerdas yang mengisahkan cerita beralur cepat ini bahkan berani mengambil salah satu topik yang vital. Dalam membaca novel ini sebaiknya para agamis membuka pikirannya bahwa kepercayaan di dunia ini beraneka-ragam dan dengan hati lapang dapat menerima satu sama lain dalam perbedaan tersebut.